Pages

Ads 468x60px

Tuesday, 19 May 2015

PENINGKATAN KESADARAN HUKUM MASYARAKAT


Sebenarnya tidak sulit memahami tujuan ini (sebagai landasan tujuan KUHP), yaitu menjadikan setiap anggota masyarakat mengetahui apa hak yang diberikan hukum atau undang-undang kepadanya serta apa kewajiban yang dibebankan hukum kepada dirinya. Apabila setiap orang telah menghayati hak dan kewajiban yang ditentukan hukum kepada mereka, masing-masing akan berdiri di atas hak yang diberikan hukum tersebut, serta sekaligus menaati setiap kewajiban yang dibebankan hukum kepada mereka. Jika demikian rupa penghayatan hak dan kewajiban pada setiap kesadaran rakyat, akan tercipta suatu wujud lalu lintas pergaulan masyarakat yang tertib dan tentram, karena setiap orang mengerti batas-batas kebebasan dan tanggung jawabnya. Mereka akan berhenti dan menahan diri pada batas-batas kebebasan yang di gariskan hukum serta akan bertanggung jawab sepanjang apa yang diwajibkan hukum kepadanya.

Masyarakat yang tinggi kesadaran hak dan kewajiban hukumnya, tidak mudah dipermainkan dengan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Pada setiap saat siap mempertahankan hak-hak asasinya dari setiap penyalahgunaan wewenang, dan setiap saat pula rela memikul tanggung jawab yang diwajibkan hukum kepada dirinya. Masyarakat yang menghayati hak dan kewajiban hukum pasti mengerti ungkapan yang berbunyi : "harus berhenti menyebrang rel pada setiap kereta api lewat, dan bukan kereta api yang harus berhenti pada saat si penyebrang melewati lintasan rel kereta api".

Akan tetapi dalam masalah ini kita menemui kesulitan dan hambatan yang tak terhitung jumlahnya, disebabkan beberapa faktor antara lain :

  • a. Faktor kecerdasan masyarakat pada umumnya masih rendah.
Kecerdasan itu masih menumpuk di kalangan masyarakat perkotaan, belum merata ke seluruh plosok tanah air. Akibatnya kesadaran penghayatan hak dan kewajiban hukum, lebih menonjol pada lingkungan masyarakat kota. Oleh karena itu, salah satu upaya mempercepat pemerataan penghayatan dimaksud, harus sejalan dengan peningkatan dan pemerataan kecerdasan yang menyeluruh di kawasan nusantara. Pada masyarakat pedalaman, memang terdapat penghayatan kesadaran hak dan kewajiban hukum, tetapi masih didasarkan pada nilai-nilai statis yang bersumber dari konsepsi kaidah setempat yang ruang lingkupnya terbatas pada lingkungan masyarakat yang bersangkutan. Penghayatan mereka belum dimasuki nilai-nilai hak dan kewajiban yang berpandangan luas, meliputi seluruh wawasan nusantara. Itu sebabnya kadang-kadang, nilai-nilai kaidah hak dan kewajiban hukum yang mereka miliki, bersifat antagonistik dan berlawanan dengan hak dan kewajiban yang digariskan undang-undang.


  • b. Faktor kedua; barangkali dapat juga dimasukkan tingkat kehidupan sosial ekonomis.
Faktor taraf sosial ekonomis ikut menghambat pertumbuhan penghayatan hak dan kewajiban hukum. Pada umumnya masyarakat masih selalu disita waktu dan pikirannya untuk bergerak di bidang perjuangan mencari kebutuhan nafkah. Hampir seluruh masa hidupnya dibebani masalah kebutuhan hidup jasmani, demi untuk mempertahankan kelangsungan hidup biologis. Kepadatan perjuangan lapangan hidup biologis, menyebabkan mereka belum sempat dan belum tertarik memikirkan hal-hal yang filosofis dan yuridis. Kita percaya, semakin tinggi taraf hidup mereka, dengan sendirinya akan tersentuh memikirkan hak-hak dan kedudukan mereka di tengah-tengah lalulintas pergaulan masyarakat.


  • c. Faktor lain; latar belakang budaya yang masih diliputi sikap paternalisme.
Masyarakat selalu pasrah kepada mereka yang memegang kekuasaan. Mereka sepenuhnya percaya dan menyerahkan nasib kepada kehendak para pejabat. Tidak berkehendak menyerahkan nasibnya di bawah kekuasaan hukum. Bagi mereka hukum identik dengan pejabat penguasa atau yang memegang "power posisi". Akibatnya mereka tidak merasa perlu dan tidak mau tahu akan hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya. Kualitas dan besarnya hak dan kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat, selalu didasarkan pada kehendak dan perintah penguasa. Kalau begitu, salah satu usaha mempercepat arus dimaksud, di antaranya ditentukan oleh cepat lambatnya budaya paternalisme lenyap dari latar belakang budaya masyarakat.


  • d. Faktor selanjutnya, belum ditemukan pola operasional penyuluhan hukum yang efektif.
Tugas penyuluhan hukum bertujuan memasyarakatkan hukum. Karena itu penyuluhan hukum adalah upaya untuk memasyarakatkan hukum. Sasaran utama penyuluhan hukum, lapisan masyarakat bawah yang masih rendah taraf kecerdasannya. Akan tetapi, belum dijumpai suatu pola yang mantap dalam usaha ini, baik yang mengenai materi, biaya, serta koordinasi badan-badan yang bergerak di bidang penyuluhan hukum.


Menurut pengamatan, yang kurang bergerak dalam usaha penyuluhan ini ialah LBH yang terdapat pada fakultas-fakultas hukum. Mereka paling banyak bergerak di bidang bantuan hukum. Barangkali untuk lebih mendekati sasaran penyuluhan hukum dalam rangka memasyarakatkan hukum, dalam usaha mempertebal kesadaran anggota masyarakat akan hak dan kewajiban hukum, sudah saatnya memikirkan dan mempersiapkan pola yang lebih berencana. Misalnya mendirikan lembaga judicare atau "perawatan hukum" yang merupakan badan tempat pengabdian profesi hukum di daerah atau ibu kota kecamatan. Dengan tugas, di samping memberi bantuan hukum di lingkungan daerah kecamatan, sekaligus dibebani tugas tanggung jawab penyuluhan hukum di daerah kecamatan yang bersangkutan.

Jadi, dengan adanya tujuan pemantapan peningkatan penghayatan masyarakat akan hak dan kewajiban hukum, dengan sendirinya KUHAP telah meletakan tugas kepada kita semua terutama kepada aparat penegak hukum untuk giat melakukan penyuluhan hukum yang intensif, guna terwujudnya tujuan yang diamanatkan KUHAP.


__________________________
M. Yahya Harahap, S.H.
PEMBAHASAN PERMASALAHAN DAN PENERAPAN KUHAP
Penyidikan dan Penuntutan (Edisi Kedua), hlm. 59.



0 comments:

Post a Comment

 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates