Sebuah Contoh Tentang Pengaruh Agama Terhadap Hukum
Adolf Schnitzer dalam karyanya Vergleichende Rechtslehre (1961), pada bagian yang menjelaskan tentang keluarga hukum yang ada di pelbagai negara, yang disebutnya ada lima yaitu :
Keluarga hukum daerah Roman, Germania, Slavia, Anglo-Amerika, dan negara-negara Afro-Asia. Beliau menambahkan adanya hukum agama yang sangat berpengaruh yakni hukum Yahudi, hukum Kristen dan hukum Islam.
Di Indonesia, terutama di lapangan hukum perdata khususnya perdata adat, tampak sekali besarnya pengaruh Institusi Islam, termasuk hukumnya ke dalam hukum adat Indonesia. Malahan penelaan-penelaan Belanda pada zaman Hindia Belanda, sebelum C. Van Vollenhoven seperti L.W.C. Van den Berg menganggap bahwa hukum adat (Indonesia) sebenarnya adalah hukum Islam yang diterapkan dalam pergaulan hidup pedesaan, di daerah-daerah hukum adat. Sekalipun demikian diketahui bahwa pada kenyataannya pandangan ini keliru, namun tidak dapat disangkal bahwa agama Islam besar pengaruhnya terhadap hukum perdata adat. Di bawah ini akan diuraikan hal tersebut sekedar sebagai contoh mengenai kenyataan ini. Mengenai pengaruh hukum Islam terhadap hukum adat diperbincangkan oleh Prof. Mr. J. Prins, dalam karya tulisnya Adat en Islamitische Plichtenleer in Indonesia, Prins berusaha membuktikan bahwa hubungan di antara hukum Islam dan hukum Adat di dalam pergaulan masyarakat hukum dapat dilukiskan menurut tiga kemungkinan yaitu :
- a. Hukum Islam membawa kaidah-kaidah hukum untuk kepentingan-kepentingan yang belum ternyata di dalam hukum adat Indonesia; di dalam hal ini hukum Islam menambah luasnya wilayah hukum adat. Contohnya, waaf, yang menjadi wakaf Indonesia.
- b. Suatu lembaga hukum diatur di dalam kedua sistem hukum itu sedemikian, sehingga kedua lembaga hukum itu, yang satu dengan yang lain saling menyesuaikan diri; kedua sistem hukum itu lalu hidup berdampingan secara harmonis. Contohnya, hukm perkawinan.
- c. Terdapat bentrokan di antara kaidah-kaidah hukum Islam dengan kaidah-kaidah hukum adat, pada umumnya tak dapat dinyatakan lebih dahulu, sistem hukum yang manakah akan menang di dalam pertikaian tersebut. Contohnya, hukum pewarisan.
Berhubungan dengan pengaruh hukum Islam terhadap hukum adat Indonesia pernah dipergunakan istilah "resepsi" (bah. Latin : receptio). Dengan resepsi itu dimaksudkan : pengaruh satu sistem yang tertentu terhadap satu sistem hukum yang lain, sehingga sistem hukum yang lain itu telah diubah oleh penerimaan hukum yang berpengaruh itu.
Di dalam "Pengantar Ilmu Hukum" karangan Prof. Djokosutono, dikemukakan bentuk-bentuk resepsi :
- a. Resepsi teoritis (hanya teori-teori hukum asing itu dipelajari oleh ahli-ahli hukum);
- b. Resepsi praktis (hasil pelajaran secara teoritis itu telah dipraktekkan oleh para ahli hukum);
- c. Resepsi di lapangan ilmu (ajaran sistem hukum asing itu telah dijadikan mata pelajaran di Universiteit dan sebagainya);
- d. Resepsi di dalam hukum positif (penggal-penggal dari sistem hukum asing itu telah dijadikan hukum positif di dalam negara yang menerimanya.
Keempat macam resepsi itu dapat diketemukan di dalam kebenaran sosial di Indonesia pada masa sekarang; ke arah mana resepsi itu akan berkembang tak dapat diperbincangkan. Telah menjadi masalah bagi ahli-ahli hukum Islam dengan cara bagaimana kita harus mengatasi perbedaan di antara Syariah (menurut kehendak para fakih) dengan kebutuhan-kebutuhan di dalam masyarakat modern.
Diantaranya, Prof. Mr. Dr. Hazairin mengupas hal itu di dalam karangannya (pidatonya) : "Hukum baru di Indonesia", yakni khusus berhubungan dengan cita-cita untuk menyatukan hukum di Indonesia, beliau mengemukakan bahwa hukum Syariah sebenarnya haruslah hanya berdasarkan Qur'an dan Hadits saja, sebaliknya, Fikih, yang telah dibekukan dari abad ketiga Hijrah, sedapat-dapatnya haruslah dihidupkan kembali. Salah satu bagian menarik yang diketengahkannya adalah :
- "Dengan demikian nyatalah bahwa hukum Qur'an itu memang "dapat" dijalankan di semua pojok dunia Islam dengan tidak perlu sekali-sekali menjadikan tiap-tiap pojok itu seperti masyarakat Arab, asal saja orang Islam telah mampu kembali melepaskan dirinya dari belenggu taklid kepada ulama-ulama Arab dan masyarakat Arab seribu tahun yang lampau dan kembali kepada pokok-pokoknya di perkembangan agama dan hukumnya yaitu Qur'an dan Sunnnah, dan menyesuaikan masyarakatnya setiap zaman dengan pokok-pokok luhur tersebut".
Dengan kata lain : Dengan penuh keinsyafan bahwa Qur'an dan Sunnah (bagi ummat Islam) adalah hukum yang kekal dan abadi, maka fikih harus dijadikan hukum positif di dalam sistem hukum syariah. Demikian cita-cita Hazairin, untuk menyesuaikan hukum Islam kepada masyarakat yang dinamis dan modern, di mana hukum adat dipertahankan pula, yaitu sebagai hukum positif.
Pengaruh agama Masehi bagi orang-orang Kristen khusus terletak di lapangan hukum perkawinan; walaupun di dalam Hukum Adat Poligami diakui, oleh agama Masehi dilarang perkawinan di antara seorang lelaki dengan lebih dari pada seorang perempuan pada satu waktu yang tertentu. Khusus untuk orang-orang Indonesia yang beragama Kristen ditetapkan Huwelijks ordonnantie Christen Indonesiers Java, Minahasa en Amboina (stbl. 1933-74), yaitu suatu ordonansi yang menyampingkan Hukum Adat Perkawinan dan memberikan peraturan-peraturan yang tegas terhadap perkawinan orang-orang Indonesia yang beragama Kristen.
______________________________________
Dr. Soedjono Dirdjosisworo, S.H.
PENGANTAR ILMU HUKUM hlm. 142/146.
0 comments:
Post a Comment