Dari hasil pembelajaran ini dapat ditemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan di dalam sistem hukum, yang disebabkan karena perbedaan waktu atau antar negara. Untuk hal ini terdapat aneka cara pembedaan hukum, di antaranya yang dibedakan adalah antara pasangan-pasangan hukum sebagai berikut :
Ius Constitutum dan Ius Constituendum
Oleh Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto (1980) ditegaskan bahwa pembedaan Ius Contitutum dengan Ius Contituendum merupakan suatu abstraksi dari fakta bahwa sesungguhnya segala sesuatu merupakan suatu proses perkembangan.
Demikianlah bahwa hukum pun merupakan suatu lembaga masyarakat yang senantiasa mengalami perkembangan, sedemikian rupa, sehingga apa yang dicita-citakan, pada saatnya terwujud menjadi kenyataan, sebaliknya yang sedang berlaku menjadi pudar ditelan waktu karena telah tidak cocok lagi (mengalami deskrapansi atau kesenjangan antara kaidah dan kenyataan sosial).
______________________________
Dr. Soedjono Dirdjosisworo, S.H.
PENGANTAR ILMU HUKUM
Ius Constitutum dan Ius Constituendum
- a. Ius Constitutum adalah hukum positif suatu negara, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara pada suatu saat tertentu sebagai contoh : hukum Indonesia yang berlaku dewasa ini dinamakan Ius Constitutum, atau bersifat hukum positif, juga dinamakan tata hukum Indonesia. Demikian pula hukum Amerika yang berlaku sekarang, Inggris, Rusia, Jepang dan lain-lain.
- b. Ius Constituendum adalah hukum yabg dicita-citakan oleh pergaulan hidup dan negara, tetapi belum merupakan kaidah dalam bentuk undang-undang atau berbagai ketentuan lain. Pendapat yang demikian juga diketengahkan oleh Sudiman Kartohadiprodjo (Purbacaraka-Soerjono Soekanto, 1980).
Oleh Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto (1980) ditegaskan bahwa pembedaan Ius Contitutum dengan Ius Contituendum merupakan suatu abstraksi dari fakta bahwa sesungguhnya segala sesuatu merupakan suatu proses perkembangan.
Demikianlah bahwa hukum pun merupakan suatu lembaga masyarakat yang senantiasa mengalami perkembangan, sedemikian rupa, sehingga apa yang dicita-citakan, pada saatnya terwujud menjadi kenyataan, sebaliknya yang sedang berlaku menjadi pudar ditelan waktu karena telah tidak cocok lagi (mengalami deskrapansi atau kesenjangan antara kaidah dan kenyataan sosial).
______________________________
Dr. Soedjono Dirdjosisworo, S.H.
PENGANTAR ILMU HUKUM
0 comments:
Post a Comment